MARIA DAN MARTA

17 Juli 2022
Oleh Pdt. Alu Kale – Riwu Kaho, S.Th
Bacaan : Lukas 10:38-42

Pendahuluan

Kitab Lukas merupakan salah satu bagian dari injil sinoptis yang penulisnya sama dengan kitab Para Rasul yaitu tabib Lukas dan disebut-sebut sebagai teman Paulus dan rekan sekerjanya (Flm. 1:24; Kol: 4:14). Kitab Lukas mengisahkan perjalanan Yesus sejak Ia dilahirkan hingga kenaikan-Nya ke Surga, dan juga memperlihatkan bagaimana Roh Kudus turut bekerja dalam pelayanan yang dilakukan oleh Yesus dan murid-murid. Pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan yang bersifat menyeluruh untuk setiap orang tanpa melihat status sosial atau kepercayaan mereka.

Penjelasan Teks

Ayat 38-39

Yesus melaksanakan pengajaran dengan berkeliling dari tempat yang satu ketempat yang lain. Pengajaran Yesus disambut dengan berbagai cara oleh orang-orang pada zaman itu. Nats ini menerangkan bahwa Yesus pernah kerumah seorang perempuan yang bernama Marta. Marta memiliki saudara perempuan yang bernama Maria, dalam ayat lain juga disebutkan bahwa Marta adalah saudara Lazarus, namun dalam perikop ini tidak dijelaskan tentang hal itu.

Pada saat kedatangan Yesus ke rumah Marta, Maria duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan Yesus. Maka dengan demikia dapat disebutkan bahwa Yesus pada saat itu memberikan pengajaran-pengajaranNya bagi orang-orang yang ada dirumah tersebut (termasuk murid-murid Yesus yang juga besertaNya). Cara mendengarkan yang disampaikan Lukas dalam Injil ini yakni dengan adanya kata ‘terus’ kata ini menunjukkan bahwa Maria mendengarkan Yesus tanpa henti atau terus menerus dalam mendengarkan perkataan yang disampaikan oleh Yesus.

Ayat 40

Kedatangan Yesus tersebut disambut Marta dengan melayani tamunya, pada awalnya hal itu tidak jadi permasalahan dan menjadi masalah dalam melayani/menjamu tamu yang hadir. Namun, Marta mendekati Yesus dan berkata ‘Tuhan tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku’ perkataan ini sesungguhnya adalah wujud dari kurangnya pengertian Marta tentang sesuatu hal yang lebih penting atau hal yang utama dalam hidup. Pada sisi lain Marta cemburu dengan keberadaan yang berbeda dari pola pelayanan yang dilakukan oleh Maria dengan yang dilakukannya.

Ayat 41 Yesus menjawab Marta ‘Marta, Marta engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara’. Jawaban Tuhan ini menunjukkan bahwa pertanyaan maupun perintah yang disampaikan oleh Marta itu tidak benar, kemungkinan datang hati yang cemburu (Marta cemburu dengan pelayanan yang dipilih oleh Maria dalam melayani Yasus yang menjadi tamunya pada saat itu). Dalam jawaban yang disebrikan oleh Yesus kepada Marta dilengkapi dengan perkataan:

1. Engkau Kuatir

Marta adalah orang yang kuatir dalam pandangan Yesus yang penuh kebenaran itu, kenapa? Marta kuatir dengan keberadaan dan sikap Maria itu adalah salah. Sebab kebiasaan dan adat istiadat Yahudi yang mengharuskan bahwa wanita/perempuan adalah melayani (menyiapkan jamuan bagi tamu maupun bagi keluarga), dengan kata lain perempuan itu adalah ‘bekerja di dapur’. Disisi lain Marta memiliki kekuatiran akan pelayanan yang dilaksanakannya kurang maksimal dalam melayani tamu-tamunya.

2. Menyusahkan diri dengan banyak perkara

Pandangan dari jawaban Yesus juga menerangkan bahwa Marta telah menyusahkan dirinya dengan banyak perkara. Maksudnya ialah Marta terlalu sibuk memikirkan pelayanan yang seharusnya dilaksanakan oleh tuan rumah bagi tamunya. Marta belum menyadari bahwa bagian pelayanan yang dilakukan oleh Maria adalah baik atau tidak.

Ayat 42

Selanjutnya, Yesus menyatakan bahwa yang dilaksanakan oleh Maria itu adalah bahagian yang terbaik. Sebab yang didengarkan oleh Maria adalah suara yang keluar dari Tuhan sendiri. Pilihan Maria adalah yang terbaik dan yang kekal, sebab pilihannya ialah Tuhan dan kebenaran Firman Tuhan. Lebih baik kita mendahulukan Allah yang abadi dan memberikan kehidupan daripada yang lainnya yang hanya sementara.

Kita akui bahwa sikap Maria dan Marta adalah baik adanya dalam hal menyambut Yesus. Mereka menyabut Yesus dengan caranya sendiri. Marta menyibukkan diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya, sementara Maria dengan nyaman menyambut Yesus melalui kerinduannya akan ajaran Tuhan Yesus.

Namun, dari kebiasaan dalam rumah seharusnya Maria ada bersama dengan Marta mempersiapkan dan menyediakan segala sesuatu untuk menjamu kedatangan Yesus. Wajar jika Marta protes, namun Yesus tidak mempersalahkan Marta ataupun Maria. Tetapi kita mendapatkan pelajaran dari kisah ini bahwa ada yang utama tetapi ada yang lebih utama, jika di depan mata ada yang lebih utama tentunya tidak akan di sia-siakan. Maria tidak mensia-siakan kedatangan Yesus, jika Yesus menyempatkan diri datang ke rumah mereka disela-sela kesibukan pelayananNya. Maka ada saat yang tenang dan santai mendengar pengajaran Yesus yang berharga dalam hidupnya.

Fokus pengajaran yang bisa kita dapatkan dalam nas ini adalah bagaimana Maria yang haus akan firman pengajaran dari Tuhan Yesus. Protes Marta terhadap skap Maria kepada Yesus dijawab oleh Yesus: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Jawaban Yesus ini mempertegas hal yang positif dari sikap Maria bahwa ia telah mengambil dan memilih yang terbaik untuk kehidupannya, dan ini jugalah yang menjadi pengajaran bagi mereka dan bagi kita juga.

Kisah ini bukan hendak menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Marta adalah salah, namun semangat pelayanan dan penyambutan Maria dan Martha terhadap Yesus sama-sama menjadi pengajaran bagi kita. Pengajaran yang dimaksud adalah ketika kita memadukan kedua cara penyambutan yang mereka lakukan. Adalah timpang jika perbuatan baik itu tidak memiliki dasar kebenaran, demikian juga mengenal kebenaran Tuhan tetapi tidak ada aplikasi. Mengenal dan mencintai kebenaran Tuhan harus beriringan dengan perbuatan. 

Itulah sebabnya Lukas menuliskan kisah Maria dan Martha ini tepat disetelah Lukas menuliskan tentang perumpamaan “Orang Samaria yang murah hati” (10: 25-37). Bahwa tidak cukup hanya mengenal dan mengetahui tentang kebenaran firman Tuhan, namun lebih dari itu harus menyatakan pengenalan kebenaran Firman Tuhan itu dalam kehidupan.

Yang menjadi permasalahan bagi Marta adalah terletak pada sikap hatinya, sebab tidak ada yang salah jika dilihat dari niatnya yang tulus untuk berbuat yang terbaik bagi Yesus. Itulah sebabnya Yesus mengatakan “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara”. Kekawatirannya telah membawa dia pada sikap yang salah sampai-sampai dia telah memerintah Tuhan Yesus. Marta sampai lupa untuk apa dan untuk siapa menyibukkan dirinya.

Sikap marah-marah menjadi indikasi kita sedang dalam kekawatiran, Marta terlalu menghawatirkan sesuatu yang tidak begitu perlu sampai melupakan tujuan utama. Sepertinya Marta perlu untuk istirahat. Kedatangan Yesus bukan untuk makan roti yang lezat ataupun meminum minuman yang enak, tetapi perjumpaan kepada setiap pribadi yang Tuhan kunjungi. Tamu yang berkunjung ke rumah kita bukanlah karena makanan dan minuman yang ada di rumah kita, tetapi tentunya tamu tersebut ingin berjumpa dengan kita ataupun keluarga kita.

Terkadang kita terlalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak begitu penting dalam perjumpaan kita dengan Tuhan. Tentang apa yang akan kita pakai ke gereja atapun persiapan yang lain yang kita butuhkan ataupun kita justru bisa menjadi marah seperti Marta karena sikap orang lain yang menjadi penghalang bagi tujuan utama kita berjumpa dengan Tuhan. Pernahkah kita mendengar atau mengetahui ada orang Kristen yang akhirnya memuuskan tidak datang ke gereja karena ada permasalahan dalam persekutuan dalam gereja.

Jika kita kembali fokus dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam nas ini bahwa “Maria telah memilih bagian yang terbaik”. Keramahan dan sukacita Maria meyambut Tamu-nya berfokus pada tujuan utama perjumpaan itu bukan hal-hal pendukung perjumpaan itu. Sehingga kita di ajar melalui nas ini untuk merenungkan kembali bagaimana ketulusan, keiklasan dan niat kita yang murni untuk berjumpa dengan Tuhan. Sebagaimana Firman Tuhan yang mengatakan “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.

Setiap gereja biasanya mempunyai jadwal kebaktian rumah tangga. Harapannya tentu saja agar setiap keluarga dapat bergiliran menerima pelaksanaan kebaktiandi rumahnya. Sayangnya kenyataan di lapangan berbeda dengan apa yang diharapkan oleh gereja. Alasannya bermacam-macam, ada yang mengatakan rumahnya terlalu kecil untuk menampung banyak orang yang datang, kepala rumah tangga belum pulang dari tempat kerja, suami atau istri tidak ada di tempat, rumah yang jauh dari anggota yang lainnya, dan sebagainya. Majelis gereja tentunya tidak bisa memaksakan warga “harus menerima” kebaktian rumah tangga tersebut karena hal ini lebih bersifat sukarela.

Kalau kita melihat alasan-alasan yang ada, ada kesan bahwa menolak pelaksanaan kebaktian di rumahnya hanya dibuat dengan sengaja oleh keluarga Kristen ketidakmauan keluarga untuk bersibuk diri menyediakan makanan dan minuman untuk para tamu yang datang. Penyediaan konsumsi ini tentu memberatkan keluarga, apalagi bagi keluarga yang ekonominya pas-pasan. Padahal secara prinsip ketika kita mau menerima kebaktian rumah tangga, kita berpikir bahwa yang datang mau mendengarkan firman Tuhan serta memeliharanya dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan konsumsi atau tidak seharusnya bukan masalah.

Herannya, bila ada anggota keluarga yang bersukacita atau berhasil dalam suatu hal, warga bisa menerima kebaktian di rumahnya dengan alasan pengucapan syukur keluarga. Bila keluarga menerima kebaktian rumah tangga selalu berkaitan dengan penyediaan makanan, dari tingkat yang sederhana sampai dengan tingkat yang mewah. Pastilah semua anggota keluarga akan dikerahkan dengan kesibukan begitu rupa, sehingga kadangkala mereka baru menyelesaikan pekerjaan menyediakan makanan sesudah kebaktian itu selesai, yaitu pada acara ramahtamah terjadi. Waktu untuk mendengarkan firman Allah dan merenungkannya nyaris tidak ada. Ini akan menjadikan sebuah kebaktian rumah tangga menjadi acara ramah tamah biasa.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa terjadi pengerahan penyediaan makanan yang berlebihan dibandingkan pada hari-hari biasa keluarga Kristen? Kita akan memberi alasan, bila ada tamu yang datang ke rumah kita , maka paling tidak harus ada yang disajikan , apalagi dengan adanya orang banyak datang ke rumah, pasu banyak makanan yang tersaji, sesuai dengan keramahtamahan orang timur. Menjadi persoalan bila hal ini menjadi alasan keluarga Kristen untuk menolak menerima kebaktian keluarga, kecuali kebaktian keluarga yang dikaitkan dengan keberhasilan. Prinsip yang mendasar bahwa untuk mendengarkan Fiman Tuhan sebagai makanan rohani kita, telah hilang diganti dengan makanan yang bersifat jasmani.

Sering kali kita membuat tembok-tembok bagi pelayanan Tuhan, dengan cara membatasi pelayanan yang bersifat kasih Allah itu hanya dalam ruang lingkup gereja. Pelayanan ke dalam untuk kepentingan umat lebih banyak porsinya dibandingkan ke luar, di tengah-tengah masyarakat. Pasti kita akan membela diri dengan mengatakan bahwa pelayanan Tuhan harus dimulai dari dalam jemaat. Sesudah warga jemaatnya dilayani dengan baik, maka mereka melayani Tuhan di tengah-tengah masyarakat dengan baik juga. Alasan itu pasti benar, namun kita sebagai sebuah persekutan orang percaya kepada Kristus mesti juga menyatakan diri kepada dunia, agar Kerajaan Allah tidak hanya bergerak dalam ruang lingkup diri sendiri, sehingga kita hanya mampu berjalan di tempat. Masyarakat membutuhkan uluran tangan kasih Tuhan lewat gereja-Nya. Namun kadang kita hanya menyibukkan diri kita di dalam pelayanan gereja hanya untuk diri kita sendiri, danbukan untuk orang-orang lain yang dikasihi oleh Yesus juga. Inilah yang harus kita renungkan sebagai gereja, sehingga kita menjadi Maria, yang dikatakan oleh Yesus, telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. Biarlah gereja menjadi alat Tuhan untuk mendampingi masyarakat dunia, agar kita semua bisa menjalankan kehidupan sebagaimana yang dikehendaki Tuhan.

            Pertanyaannya, siapa yang menjadi pusat kehidupan kita sebagai keluarga Kristen atau pribadi? Dalam kehidupan bergereja, siapakah yang menjadi pusat dari seluruh kegiatan kita? Tuhan atau diri kita sebagai umat-Nya.

Aplikasi

            Belajar dari Maria, Martha dan kehadiran Yesus dalam pergumulan mereka :

  1. Perlu ada kerendahan hati untuk saling menerima, menopang sebagai satu keluarga untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan
  2. Bukan hanya makanan jasmani tetapi makanan rohani pun akan menjadi sumber kekuatan unutk menata hidup dan kehidupan untuk masa depan
  3. Hidup takut akan Tuhan dan mengandalkan Tuhan serta mencari kehendak Tuhan dengan berserah diri secara sungguh akan memperkuat iman dan percaya dari sebuah pribadi untuk dapat bersaksi tentang Tuhan dalam hidupnya
  4. Menata kehidupan rohani sebagai keluarga yang mengandalkan Tuhan dalam hidup adalah warisan iman yang sangat penting unutk menjadi pedoman seisi rumah yang diutus untuk ada dalam dunia

Peringatan bagi setiap orang Kristen bahwa tidak sekedar bekerja mendapatkan harta dan kekayaan tetapi nilai-niali kebenaran Alkitab dalam hidup harus dipegang teguh dan ditumbuh kembangkan kepada seisi rumah dan menjadi dasar orang Kristen hidup dalam damai sejahtera